Senin, 03 Desember 2012

Plutella xylostella



Oleh : Ani Lobo

a.    Nama ilmiah : Plutella xylostella
Sinonim         : P. marculipenis dan P. cruceferarum



b.    Nama umum
Bahasa Indonesia   : ngengat punggung berlian, ngengat tritip dan ngengat kubis
Bahasa Inggris         : diamondback moth, cabbage moth

c.    Plutella xylostella

Telur : Telur Plutella xylostella berbentuk oval dan rata, ukurannya 0,44 mm dan 0,26 mm. Telur berwarna hijau kuning atau pucat, dan disimpan sendiri atau dalam kelompok kecil dari dua sampai delapan telur pada cekungan di permukaan dedaunan, atau kadang-kadang pada bagian tanaman lainnya. Betina dapat menyimpan 250 sampai 300 telur tapi produksi telur rata-rata total mungkin 150 telur. Pengembangan waktu rata-rata 5,6 hari.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/a/a4/Plutella_xylostella_eggs.jpg/200px-Plutella_xylostella_eggs.jpg

Larva : Ngengat Diamondback memiliki empat instar. Rata-rata dan rentang waktu pembangunan sekitar 4,5 (3-7), 4 (2-7), 4 (2-8), dan 5 (2-10) hari, masing-masing. Sepanjang perkembangannya, larva tetap cukup kecil dan aktif. Jika terganggu, mereka sering meronta keras, bergerak mundur, dan berputar turun dari tanaman pada untai sutra. Panjang keseluruhan dari setiap instar jarang melebihi 1,7, 3,5, 7,0, dan 11,2 mm, masing-masing, untuk instar 1 sampai 4. Berarti lebar kapsul kepala untuk instar sekitar 0,16, 0,25, 0,37, dan 0,61 mm. Bentuk tubuhnya meruncing pada kedua ujung, dan sepasang proleg menonjol dari ujung posterior, membentuk "V".  Larva tidak berwarna pada instar pertama, tetapi setelah itu berwarna hijau. Tubuhnya berambut relatif sedikit, yang pendek panjang, dan sebagian besar ditandai dengan adanya bercak putih kecil. Ada lima pasang proleg. Awalnya, kebiasaan makan larva instar pertama adalah pertambangan daun, meskipun mereka begitu kecil bahwa tambang sulit untuk dilihat. Larva muncul dari tambang mereka yang akhir dari instar pertama, dibawah cetakan daun, dan selanjutnya memakan permukaan bawah daun. Hasil mengunyah mereka menjadi potongan kecil yang teratur kerusakannya, dan epidermis daun bagian atas sering dibiarkan utuh.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/6/6f/Koolmot_Plutella_xylostella_op_boerenkool_%28Curly_kale%29.jpg/200px-Koolmot_Plutella_xylostella_op_boerenkool_%28Curly_kale%29.jpg
Gambar 1. Larva ngengat Diamondback, Plutella xylostella (Linnaeus). Foto oleh Lyle Buss, University of Florida.

Pupa : Pupa terjadi dalam kepompong sutra longgar, biasanya terbentuk pada daun bawah atau luar. Dalam kembang kol dan brokoli, pupa dapat terjadi dalam kuntum. Pupa kuningan berukuran sekitar 7 sampai 9 mm. Durasi rata-rata kepompong sekitar 8,5 hari (kisaran lima sampai 15 hari).

http://entnemdept.ufl.edu/creatures/veg/leaf/diamondback_moth02.jpgGambar 2. Pupa dari ngengat Diamondback, Plutella xylostella (Linnaeus). Foto oleh Lyle Buss, University of Florida.

Dewasa : ngengat dewasa berukuran kecil, ramping, cokelat keabu-abuan, ngengat dengan antena berat.ukuran dewasanya ini adalah sekitar 6 mm, dan ditandai dengan krim yang luas atau berkas cokelat muda sepanjang punggung. Berkas ini kadang-kadang terbatas untuk membentuk satu atau lebih berwarna berlian di bagian belakang, yang merupakan dasar untuk nama umum dari serangga ini. Bila dilihat dari samping, ujung sayap dapat dilihat untuk mengubah ke atas sedikit. Dewasa jantan dan betina hidup sekitar 12 dan 16 hari, masing-masing, dan betina telur deposit untuk sekitar 10 hari. Ngengat adalah penerbang yang lemah, biasanya terbang dalam 2 m dari tanah, dan tidak terbang jarak jauh. Namun, mereka dapat segera dibawa oleh angin. Ngengat dewasa mulai berproduksi pada musim dingin, tungau di daerah beriklim sedang, tetapi ngengat tidak bertahan pada musim dingin seperti yang ditemukan di sebagian besar Kanada. Mereka secara rutin kembali menyerang daerah-daerah setiap musim semi, jelas dibantu oleh angin selatan.
http://entnemdept.ufl.edu/creatures/veg/leaf/diamondback_moth03.jpg
Gambar 3. Ngengat Diamondback dewasa, Plutella xylostella (Linnaeus). Foto oleh Lyle Buss, University of Florida.


d.    Jenis tanaman inang : kubis (Brassica oleracea L)

e.    Rekomendasi pengendalian

Pengendalian ulat kubis dapat dilakukan dengan cara mekanis, kimiawi dengan insektisida kimia sintetik selektif maupun insektisida nabati, pola bercocok tanam (tumpangsari, rotasi, irigasi, penanaman yang bersih), penggunaan tanaman tahan, pemakaian feromon, pengendalian hayati menggunakan predator, parasitoid (misalnya dengan Diadegma semiclausum Helen, Cotesia plutellae Kurdj., dll.), patogen (misalnya pemakaian bakteri B. thuringiensis, jamur Beauveria bassiana, dsb.) serta aplikasi program PHT.

Aplikasi PHT Praktis:

Kultur Teknik

Musim tanam.
Lebih baik untuk menanam kubis dan brasika lain pada musim hujan, karena populasi hama tersebut dapat dihambat oleh curah hujan.

Irigasi.
Apabila tersedia dapat digunakan irigasi sprinkle untuk mengurangi populasi ulat daun kubis, apabila pengairan demikian dilaksanakan pada petang hari, dapat membatasi aktivitas ngengat.

Penanaman.
Sebaiknya tidak melakukan penanaman berkali-kali pada areal sama, karena tanaman yang lebih tua dapat menjadi inokulum bagi tanaman baru. Apabila terpaksa menanam beberapa kali pada areal sama, tanaman muda ditanam pada arah angin yang berlawanan agar ngengat susah terbang menuju ke tanaman muda.

Pesemaian.
Tempat pembibitan harus jauh dari areal tanaman yang sudah tumbuh besar. Sebaiknya pesemaian/bibit harus bebas dari hama ini sebelum transplanting ke lapangan. Dalam beberapa kasus, serangan ulat daun kubis di lapangan diawali dari pesemaian yang terinfestasi dengan hama tersebut.

Tanaman perangkap.
Tanaman brasika tertentu seperti caisin lebih peka dapat ditanam sebagai border untuk dijadikan tanaman perangkap, dengan maksud agar hama ulat daun kubis terfokus pada tanaman perangkap. Tumpang sari. Penanaman kubis secara tumpang sari bersamaan dengan tanaman yang tidak disukai hama ulat daun kubis dapat mengurangi serangannya. Misalnya tumpang sari kubis kubis dengan tanaman tomat/bawang daun.

Perangkap feromon
Dapat digunakan untuk memantau populasi dewasa. Namun, karena variasi antara lokasi, masing-masing bidang tanaman memerlukan independen.

Monitoring
Selama menanam kubis petani perlu melakukan pemantauan/monitoring hama dengan melakukan pengamatan mingguan. Apabila hama mencapai 1 ulat/10 tanaman (Ambang Ekonomi = AE) atau lebih, maka dapat dilakukan dengan menyemprot tanaman menggunakan insektisida kimia selektif atau bioinsektisida, untuk menekan agar hama kembali berada di bawah AE yang tidak merugikan secara ekonomi.

Penggunaan Agensia Hayati
Hama tersebut memiliki musuh alami berupa predator (Paederus sp., Harpalus sp.), parasitoid (Diadegma semiclausum, Cotesia plutellae), dan patogen (Bacillus thuringiensis, Beauveria bassiana) yang bila diaplikasikan dapat menekan populasi dan serangannya.

Mekanis
Cara ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan hama yang bersangkutan, memasukkan ke dalam kantung plastic, dan memusnahkannya. Namun untuk areal luas perlu pertimbangan tenaga dan waktu.

Penggunaan Insektisida Selektif
Aplikasi ini dilaksanakan setelah hama tersebut mencapai atau melewati ambang ekonomi, dengan memilih insektisida kimia selektif yang efektif tetapi mudah terurai, atau penggunaan insektisida biologi.



Rabu, 21 November 2012

Fusarium oxysporum


OPT KATEGORI PATOGEN

Nama ilmiah : Fusarium oxysporum
Nama umum
-          Bahasa indonesia : jamur fusarium
-          Bahasa inggris

 Klasifikasi dari 
-           
Species Fungorum :
Kingdom
Phylum
Class
Order
Family
Genus
Species


-           
Global Biodiversity Information Facility (GBIF) Data Portal
Species: Fusarium Oxysporum

FUSARIUM OXYSPORUM

Cendawan Fusarium sp. merupakan patogen tular tanah atau “soil-borne pathogen” yang termasuk parasit lemah.  Cendawan ini  menular  melalui tanah atau rimpang yang berasal  dari tanaman sakit, dan menginfeksi  melalui luka. Luka tersebut dapat terjadi karena pengangkutan benih, penyiangan, pembumbunan, atau karena serangga dan nematoda. Apabila kondisi lingkungan tidak menguntungkan, cendawan bertahan hidup dalam bagian tanaman, baik di lapangan maupun selama masa penyimpanan. Pada saat kondisi lingkungan menguntungkan, cendawan akan tumbuh dan berkembang pada  bagian tanaman dan menular  ke bagian tanaman lain. Walaupun tanah sudah tertular, gejala penyakit  belum  nampak  pada  tanaman  karena  memerlukan  waktu  beberapa  bulan  dan  bila  digunakan  sebagai  bibit sebagian besar tanaman akan terinfeksi cendawan patogen tersebut. Penyakit  layu  Fusarium  yang  disebabkan  oleh  cendawan Fusarium  oxysporum,  termasuk  dalam  kelompok penyakit  tular  tanah,  yang  dapat  bertahan  dalam  waktu  yang  lama.  Patogen  ini, umumnya menginfeksi pada  bagian akar  atau  pangkal  batang tanaman. Gejala layu  fusarium tampak  pada  bagian  atas  tanaman.  Penyakit  tular tanah umumnya, sulit dikendalikan karena memiliki kisaran inang yang luas dan dapat bertahan hidup dalam tanah dengan waktu  yang  lama, serta gejala awal sulit  diidentifikasi, akibatnya penyakit sering dapat  diketahui  ketika  serangan sudah lanjut.   
Cendawan  Fusarium  oxysporum sangat  sesuai  pada  tanah  dengan  kisaran  pH  4,5-6,0;  tumbuh  baik  pada biakan  murni  dengan  kisaran  pH  3,6-8,4;  sedangkan  untuk pensporaan,  pH  optimum  sekitar  5,0.  Pensporaan  yang terjadi pada tanah dengan pH di bawah 7,0 adalah 5-20 kali lebih besar dibandingkan dengan tanah yang mempunyai pH  di  atas  7.  Pada  pH  di  bawah  7,  pensporaan  terjadi  secara  melimpah  pada  semua  jenis  tanah, tetapi  tidak  akan terjadi  pada  pH  di  bawah  3,6  atau  di  atas  8,8.  Suhu  optimum  untuk  pertumbuhan  cendawan Fusarium oxysporum adalah 200C dan 300C, maksimum pada 370C atau di bawahnya, minimum sekitar 50C, sedangkan optimum untuk pensporaan adalah 20-250C.
Daur  hidup Fusarium  oxysporum  mengalami  fase  patogenesis  dan  saprogenesis.  Pada  fase  patogenesis, cendawan hidup sebagai parasit pada tanaman inang. Apabila tidak ada tanaman inang, patogen hidup di dalam tanah sebagai  saprofit  pada  sisa  tanaman  dan  masuk  fase  saprogenesis,  yang  dapat  menjadi  sumber  inokulum  untuk menimbulkan  penyakit  pada tanaman  lain.  Penyebaran  propagul  dapat  terjadi  melalui  angin, air  tanah,  serta  tanah terinfeksi dan terbawa oleh alat pertanian dan manusia. Penyakit  layu  fusarium  dapat  berkembang  di  tanah  alluvial  yang  asam.  Pada  umumnya  di  tanah  geluh  yang bertekstur  ringan  atau  di  tanah  geluh  berpasir  penyakit  dapat  meluas  dengan  lebih  cepat.  Inokulum F.oxysporum terdiri  atas  makrokonidia,  mikrokonidia,  klamidospora  dan  miselia.  Cendawan  dapat  bertahan  lama  di  dalam  tanah selama  beberapa  tahun. Populasi patogen dapat bertahan secara alami di dalam tanah dan pada  akar-akar tanaman sakit. Apabila terdapat tanaman peka melalui akar yang luka dapat segera menimbulkan infeksi (Anonim, 1996).   F.  oxysporum adalah  cendawan  tanah  yang  dapat  bertahan  lama  dalam  tanah  sebagai  klamidospora,  yang terdapat  banyak  dalam  akar-akar  yang  sakit.  Cendawan  dapat  bertahan  juga  pada  akar  bermacam-macam  rumput, dan pada tanaman jenis Heliconia. F. oxysporum menyerang melalui akar, terutama akar yang luka. Baik luka mekanis maupun  luka  yang  disebabkan  nematode Radophulus  similis. Tetapi  ia  tidak  bisa  masuk  melalui  batang  atau  akar rimpang, meskipun bagian ini dilukai (Semangun, 1994).  Setelah  masuk  ke  dalam  akar,  cendawan  berkembang  sepanjang  akar  menuju  batang,  dan  disini  cendawan berkembang  secara  meluas  dalam  jaringan  pembuluh  sebelum  masuk  ke  dalam  batang  palsu.  Pada  tingkat  infeksi yang lanjut miselium dapat meluas dari jaringan pembuluh ke parenkim. Cendawan membentuk banyak spora dalam jaringan  tanaman,  dan  mikrokonidium  dapat  terangkut  dalam  arus  transpirasi.  Penularan  dari  tanaman  pisang  yang sakit  ke  tanaman  sehat  dapat  terjadi,  karena  perakaran  tanaman  sehat  berhubungan  dengan  spora  yang  dilepaskan tanaman sakit di dekatnya. Pemakaian bahan tanaman yang sakit juga dapat memencarkan penyakit. Cendawan juga dapat terbawa  oleh  tanah  yang  melekat  pada  alat  pertanian.  Selain  itu,  perendaman  tanah  dan  air  pengairan  juga dapat menyebabkan penyebaran bibit sakit ke daerah sekitarnya (Semangun, 1994). Penyakit layu fusarium ini mudah sekali menular lewat sisa-sisa tanaman, aliran air permukaan tanah, atau alat-alat pertanian atau bibit (Anonim, 1996).

GEJALA DAN TANDA PENYAKIT

Semua  fusarium  yang  menyebabkan  penyakit  layu  dan  berada  dalam  pembuluh  (vascular  disease) dikelompokkan  dalam  satu  jenis  (spesies),  yaitu F.  oxysporum Sclecht.  Jenis  ini mempunyai  banyak  bentuk  (forma) yang mengkhususkan diri pada jenis (spesies) tumbuhan tertentu. Gejala  yang tampak pada  tanaman cendawan ini,  daun tua layu diikuti oleh daun yang lebih muda. Kadang-kadang  kelayuan  didahului  dengan  menguningnya  daun,  terutama  daun-daun  bawah.  Tepi  bawah  daun  menjadi kuning  tua  (layu),  merambat  ke  bagian  dalam  secara  cepat  sehingga  seluruh  permukaan daun  tersebut  menguning. Daun  ini  mengalami  nekrosis  dari  bagian  pinggir  kearah  tulang  daun.  Daun-daun  bagian  bawah  meluruh  (Anonim, 1993). Tanaman yang terserang  cendawan ini menunjukkan gejala penguningan pada daun. Gejala lebih lanjut daun-daun tiba-tiba jatuh dan akhirnya menggantung pada batang pohon. Tangkai daun patah pada bagian pangkalnya yang berbatasan dengan batang palsu (Semangun, 1994). Patogen  menyerang  jaringan  empulur  batang  melalui  akar  yang  luka  atau  terinfeksi.  Batang  yang  terserang akan kehilangan banyak cairan dan berubah warna menjadi kecokelatan, pada batang kadang-kadang terbentuk akar adventif.  Kadang-kadang  lapisan  luar  batang  palsu  terbelah  dari  permukaan  tanah  (Semangun,  1994).  Cendawan  ini menyerang  jaringan  pembuluh  batang  pisang  sehingga  menyebabkan  daun-daunnya  menguning.  Dengan  melubangi batang  tanaman  yang  daunnya  tampak  menguning  layu,  akan  terlihat  jaringan  seperti  sarang  laba-laba  yang mongering  dan  berwarna  cokelat.  Akibatnya,  tanaman  sukar  berbunga  dan  apabila  mampu  berbunga  sukar membentuk buah yang normal (Sunarjono, 1990). Tanaman  yang  terserang  tidak  akan  mampu  berbuah  atau  buahnya  tidak  terisi.  Lamanya  waktu  antara  saat terjadinya infeksi penyakit sampai munculnya gejala penyakit berlangsung kurang lebih 2 bulan (Anonim, 1996). Buah mengering  dan  tidak  merunduk.  Namun  anakan  tampak  normal  meskipun  telah  tercemar.  Dan  bila  batang  dipotong melintang  empulur  tampak  bersih,  sedangkan  pada  batang  palsu  terlihat  ada  bercak  berwarna  kemerahan  (Anonim, 1993). Gejala  yang  paling  khas  adalah  gejala  dalam  terjadi  pada  pangkal  batang.  Bila  pangkal  batang  dibelah membujur  tampak  garis-garis  berwarna  cokelat  atau  merah.  Gejala  sangat  bervariasi  tergantung  pada  keadaan tanaman, dan lingkungan, dan biasanya serangan tampak pada tanaman berumur 5-10 bulan (Semangun, 1994). Jika pangkal  batang  dibelah  membujur  terlihat  garis  cokelat  atau  hitam  menuju  ke  semua  arah  dari  pangkal  batang (bonggol) ke atas, melalui jaringan pembuluh pangkal dan tangkai daun. Apabila bonggol pisang yang sakit dibongkar akan tampak sebagian, besar leher akar membusuk dan berwarna kehitam-hitaman (Anonim, 1996). 

PENGENDALIAN

Upaya  pengendalian  yang  dapat  dilakukan  untuk  penyakit  layu  fusarium  diantaranya  cara  kultur  teknis dengan  pemberian  pupuk  organik  (kompos,  pupuk  kandang),  penjarangan  anakan,  dipotong  (setelah  30  cm)  kurang lebih  5  cm  dari  titik  tumbuh,  rotasi  dengan  tanaman  bukan  inang  (misalnya  :  pepaya,  nenas,  jagung  dan  lain-lain), pembuatan  drainase,  sanitasi  lingkungan  pertanaman,  menghindari  terjadinya  luka  pada  akar,  menggunakan  benih sehat (bukan dari daerah serangan atau rumpun terserang, benih dari kultur jaringan) atau benih baru setiap musim tanam,  sistem  pindah  tanam  setelah  tiga  kali  panen,  maksimal  tiga  tahun,  pengapuran  atau  pemberian  abu  dapur untuk  menaikkan atau menjaga  kestabilan pH tanah, dan penggunaan media  ampas tebu yang ditambah urea  dapat mengurangi perkembangan organism pathogen (Anonim, 1993). Cara fisik/mekanis dengan penanaman di lahan yang terinfeksi F. oxysporum, bibit tanaman terlebih dahulu dicelupkan  ke  dalam  air  hangat  sekitar  45o C  selama  15  menit  atau  dicelupkan  ke  dalam  suspensi  musuh  alaminya, misalnya Pseudomonas  fluorescens.  Cara  genetika  penanaman  varietas  yang  tahan  penyakit  layu  fusarium,  sesuai
dengan kondisi setempat (Semangun, 1994). Pengendalian dengan cara biologi yaitu dengan aplikasi agens hayati misalnya Trichoderma spp., Gliocladium sp., Pseudomonas  fluorescent,  Bacillus  subtilis sebelum/pada  saat  tanam    (satu  kilogram/lubang  tanam)  yang diintroduksi bersama dengan kompos dengan perbandingan 1 : 10, atau pada bibit (100 g/bibit). Sedangkan cara kimia semua alat yang digunakan didisinfektan dengan kloroks satu persen (bayclean yang diencerkan 1 : 5), atau dicuci  bersih dengan sabun, dan injeksi larutan minyak tanah atau herbisida sistemik terhadap tanaman sakit dan anaknnya, sebanyak 5 – 15 ml/pohon tergantung ukuran/umur tanaman. Injeksi ini dapat diulangi hingga tanaman mati (Djatnika et al., 2003).